JAKARTA, Indonesia – Lampu sorot dunia kini mengarah ke Indonesia. Bukan gemerlap pariwisata atau prestasi ekonomi, melainkan gelombang demonstrasi bertajuk “Indonesia Gelap” yang melanda negeri ini. Aksi jalanan yang digerakkan oleh mahasiswa dan masyarakat sipil ini, sebagai luapan kekecewaan terhadap kondisi bangsa, telah menarik perhatian media internasional. Sejak Senin (17/2/2025), suara protes ini bergema, tak hanya di Jakarta, tapi juga merambah ke berbagai penjuru daerah.
Media Asing Laporkan Gelombang Protes
The Straits Times, koran terkemuka Singapura, menjadi salah satu yang pertama kali mengangkat isu ini ke ranah global. Dalam laporan bertajuk provokatif, “‘Dark Indonesia’ protests erupt nationwide with students taking to streets” (Protes ‘Indonesia Gelap’ Meletus di Seluruh Negeri, Mahasiswa Turun ke Jalan).
Mereka menyoroti bagaimana demonstrasi ini menjadi cermin kian dalamnya kekecewaan rakyat Indonesia pada arah kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, bahkan pemerintahan sebelumnya.
Nada prihatin terasa jelas dalam laporan mereka. “Gelombang ketidakpuasan publik terhadap situasi terkini di Indonesia. Termanifestasi dalam serangkaian aksi protes terhadap kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan para pendahulunya,” ulas The Straits Times dalam artikelnya.
Lebih lanjut, media Singapura ini menggambarkan bagaimana ribuan mahasiswa, terorganisir di bawah komando Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), memenuhi jalanan di berbagai kota.
Aksi yang diperkirakan akan berlangsung selama tiga hari ini, mereka sebut sebagai unjuk rasa serentak yang menandai meluasnya ketidakpuasan dari Sabang sampai Merauke.
The Straits Times juga menyoroti fenomena “Garuda Hitam” yang viral di jagat maya. Simbol ini, gambar Garuda Pancasila yang sengaja dihitamkan dengan tagar tajam #IndonesiaGelap, menjadi identitas visual dari gerakan protes ini.
“Para demonstran dengan lantang menyatakan bahwa Indonesia goyah dari cita-cita Indonesia Emas, justru terperosok ke jurang kegelapan,” lapor media tersebut, merangkum semangat para pengunjuk rasa.
Mereka pun tak lupa menyinggung guyonan pahit berupa meme “Indonesia Cemas” atau “Indonesia Lemas” yang sempat menjadi viral di tahun 2024, sebagai sinyalemen kondisi bangsa yang dianggap kian meresahkan.
Tak ketinggalan, media negeri jiran, The Star dari Malaysia, turut mengamplifikasi gaung “Indonesia Gelap” ini. Dalam laporan daringnya, The Star memberi sorotan tambahan pada tagar #KaburAjaDulu yang makin ramai diperbincangkan di media sosial Indonesia. Tagar ini, secara menusuk, mengajak warga negara untuk bermigrasi, mencari peluang di negeri orang, dan “meninggalkan kekacauan di dalam negeri.”
“The Star melaporkan, “Selain gerakan Garuda Hitam, bentuk ketidakpuasan publik lainnya adalah tagar #KaburAjaDulu yang baru-baru ini muncul, yang mendorong warga negara Indonesia untuk bekerja dan belajar di luar negeri, meninggalkan kekacauan di dalam negeri.” Nada khawatir terbaca jelas dari laporan ini.
Media Malaysia tersebut menggali lebih dalam, menjelaskan bahwa #KaburAjaDulu adalah manifestasi dari frustrasi mendalam terhadap kondisi tanah air yang dianggap “kacau-balau,” terlebih soal kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Bahkan, The Star mengatakan, “Perwujudan ekstrem dari gerakan ini adalah penolakan kewarganegaraan Indonesia,” sebuah sinyal bahaya dari meningkatnya keputusasaan sebagian anak bangsa.
Pemberitaan dari The Straits Times dan The Star ini bukan sekadar laporan berita biasa. Ini adalah alarm bagi Indonesia. Aksi demonstrasi “Indonesia Gelap,” bersama sentimen publik yang melingkupinya, telah menarik perhatian serius dari komunitas internasional. Gelombang protes ini bukan hanya sekadar keramaian jalanan, melainkan sinyal penting tentang arah dinamika sosial dan politik yang sedang berkembang di Indonesia, sesuatu yang perlu direnungkan bersama.