Polarisasi dan Diskriminasi Dorong WNI Pilih Ganti Kewarganegaraan

  • Share
Beneran Ada WNI Pindah Kewarganegaraan Akibat Maraknya Polarisasi Politik

Kisah sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang memilih untuk berganti kewarganegaraan menjadi sorotan, dengan polarisasi politik dan pengalaman diskriminasi disebut sebagai faktor pendorong utama. Laporan terbaru dari VICE mengangkat pengalaman beberapa eks-WNI yang memutuskan untuk meninggalkan status kewarganegaraan Indonesia, dilatarbelakangi oleh rasa tidak aman dan kekhawatiran terhadap kondisi sosial politik di tanah air.

Salah satu kisah datang dari Kevin (nama samaran), seorang pria yang kini telah resmi menjadi warga negara Jepang. Kevin menuturkan bahwa pengalaman tumbuh sebagai minoritas Kristen keturunan Tionghoa di Indonesia sejak kecil telah menanamkan pandangan bahwa minoritaslah yang harus menyesuaikan diri atau pergi jika merasa tidak betah. Keputusan naturalisasi menjadi warga negara Jepang, yang resmi ia dapatkan pada tahun 2023, diakui Kevin bermula dari dampak polarisasi politik yang menguat pasca Pilgub Jakarta 2017. Ia merasa peningkatan represi terhadap kelompok minoritas membuatnya merasa terasingkan sebagai WNI.

“Mulai terpikir untuk pindah sejak tahun 2016, ketika ada demo besar-besaran di Monas oleh ormas, lalu banyak sekali orang di sekeliling saya yang berubah mengafir-kafirkan saya, padahal saya tidak melakukan apa-apa. Di saat itu saya merasa tidak pantas menjadi warga negara Indonesia,” ungkap Kevin kepada VICE.

Kisah serupa juga dialami oleh Kris (nama samaran), yang sejak tahun 2020 telah beralih menjadi warga negara Swedia. Kris, yang mengidentifikasi diri sebagai minoritas rangkap tiga – bukan Muslim, setengah Tionghoa, dan bukan heteroseksual – menyebutkan bahwa hilangnya rasa aman menjadi alasan utama keputusannya. Pengalaman keluarga Kris juga turut memengaruhi pandangannya, dengan sejarah tiga generasi keluarganya yang mencari perlindungan di luar negeri akibat situasi politik dan sosial di Indonesia.

Baca Juga:  Update Berita Banjir Sukabumi 5 Orang Meninggal, 4 Hilang, dan 188 Mengungsi

“Dari keluarga sendiri sudah selalu ada ide dan gagasan untuk pergi,” kata Kris, menyinggung pengalaman anggota keluarganya yang pindah ke luar negeri sejak tahun 1966 dan 1998 akibat sentimen anti-Tionghoa dan kerusuhan.

Kris menceritakan titik balik yang mendorongnya untuk serius mempertimbangkan pindah kewarganegaraan adalah serangkaian peristiwa persekusi dan intoleransi, termasuk penggerebekan Q! Film Festival pada tahun 2010 dan pengepungan acara pameran seni di Galeri Tembi pada tahun 2015 oleh ormas yang menuduh adanya Kristenisasi. Kris merasa negara tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi kelompok minoritas dalam situasi seperti itu.

Peneliti politik Abdul Gaffar Karim dalam kajiannya menyebutkan bahwa polarisasi politik di Indonesia mengalami peningkatan signifikan sejak Pilpres 2014 dan Pilgub Jakarta 2017, yang diperparah dengan masifnya penggunaan media sosial. Polarisasi ini memicu segregasi dan konflik di masyarakat. Peneliti politik Emilia Palonen menambahkan bahwa polarisasi menghilangkan ruang tengah dalam spektrum politik, memaksa individu untuk mengambil posisi ekstrem.

Para eks-WNI ini mengungkapkan bahwa keputusan untuk pindah kewarganegaraan merupakan pilihan untuk mencari keamanan dan perlindungan yang mereka rasa tidak lagi didapatkan di Indonesia. Kris menyatakan, “Saya tahu bahwa saya bisa mengandalkan perlindungan yang diberikan oleh negara [Swedia], yang selama ini tidak pernah saya dapatkan [dari Indonesia].” Sementara Kevin merasakan ketenangan hidup di Jepang yang tidak mempermasalahkan perbedaan agama dan pilihan politik.

Ikhsan (nama samaran), seorang WNI yang kini tinggal di Belanda, juga menyampaikan kekhawatiran serupa terkait kondisi di Indonesia, terutama menjelang Pilpres 2024. Ia bahkan menyatakan akan mempertimbangkan serius untuk pindah kewarganegaraan jika pasangan calon presiden tertentu terpilih, karena khawatir akan kemunduran demokrasi, potensi kriminalisasi akibat UU ITE, dan iklim ekonomi yang tidak kondusif, khususnya di sektor teknologi informasi.

Baca Juga:  Polri Periksa 4 Anggota Polda Jateng Terkait Viral Lagu “Bayar Bayar Bayar”

Kisah-kisah ini menggambarkan bagaimana polarisasi politik, intoleransi, dan rasa tidak aman telah mendorong sejumlah WNI untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan perlindungan di negara lain. Meskipun telah memilih untuk meninggalkan kewarganegaraan Indonesia, beberapa dari mereka tetap menyimpan rasa cinta dan kepedulian terhadap tanah air, meski dari kejauhan.

(Catatan: Nama narasumber dalam berita ini disamarkan atas permintaan mereka demi melindungi identitas pribadi.)

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *